Lupek, Kuliner Rakyat Jelata

Rawohnanggroe | Sore menjelang malam, Senin 1 Februari 2016, seketika saja Aku dan seorang kawan sangat bersemangat ingin membuat salah satu makanan tradisional Aceh. Namanya lupek. Penyebutan nama lupek mungkin berasal dari bahasa Aneuk Jamee yang berakar dari budaya minang, yaitu lapek.
Lupek buatan mahasiswa | Foto: Khairil

Nama ini memang kurang populer di Aceh bagian timur dan utara, tapi bagi yang berasal dari barat selatan, mungkin sudah sangat familiar dengan kuliner satu ini. Makanan yang terbuat dari bahan utama ketan atau sagu dengan campuran pisang atau ubi parut saja tanpa pisang. Salah satu kue basah sering dihidangkan saat adanya hajatan atau musibah kematian, tak terkecuali di rumah-rumah warga pada hari-hari biasa.

Lupek biasanya dikombinasi dengan menambahkan isi di tengahnya yaitu kelapa parut, bentuknya agak lonjong dan dibalut dengan daun pisang. Selain lupek dengan isi kelapa parut, ada juga lupek do (lupek tanpa inti).

Karena terbuat dari bahan pangan yang banyak mengandung karbonhidrat, membuatnya sangat efektif sebagai pengganjal lapar. Katanya, lupek akan mengembang jika sudah berada di dalam perut, apalagi lupek sage (sagu). Ini sebabnya jika mengkonsumsi lupek sama halnya seperti makan nasi.

Lupek adalah makanan rakyat jelata, sebut saja seperti kami ini. Komposisinya yang mudah didapat, dimasak dengan cara dikukus, dan tidak adanya teknik rahasia membuat kami tertantang mencoba.

Dalam kebudayaan di barat selatan, tepatnya di Aceh Barat Daya, lupek adalah hidangan yang biasanya selalu ada pada uro tujoh (hari ke tujuh pada musibah kematian). Lupek akan dibuat mak-mak di rumah untuk kemudian dibawa berkunjung ke rumah musibah. Bersama jenis kue lain, lupek akan dihidangkan dalam talam (nampan) pada malam harinya, terutama untuk para peserta samadiah dan peserta pengajian malam ke tujuh.

Mungkin disebabkan kerinduan akan kampung, kami akhirnya mencoba membuat lupek do dari ketan. Sore itu kami begegas mencari bahan-bahan untuk membuat lupek seperti daun pisang muda, pisang masak dan tentunya ketan.

Setelah semua lengkap, langkah pertama, pisang dilumat-lumat hingga hancur, kemudian ditambahkan ketan dan sedikit gula. Selanjutnya, adonan yang sudah jadi tinggal dibalut dengan daun pisang yang sebelumnya sudah dilayu di atas api. Tahap terakhir, tinggal di kukus selama lebih kurang 30 menit.

Membuat lupek kali ini, kami sedikit bereksperimen dengan mencampur susu coklat dan perasa strawberry. Ini adalah lupek generasi baru, Alhasil, lupek yang dibuat memiliki rasa yang berbeda dari biasanya. Memang ada yang aneh dengan rasanya, bentuk maupun teksturnya. Walau demikian, lupek yang kami buat tetap habis dilahap anak kos.

Jujur, dari segalanya, lupek buatan tangan mak-mak di gampong jauh lebih menggiurkan dan bercita rasa. Apalah daya, karena yang kami buat hanya lupek-lupek mahasiswa. Asai kana.[]

Baca Juga: Manggeng dari Puncak Sabi

Popular posts from this blog

Gunong Trans, Kehijauan Sejauh Mata Memandang

Keindahan Pantai Batee Puteh di Meukek

Di Aceh, Menikah dan Khitanan "Harus" Berinai

Mengintip Tiga Pantai Bakongan Timur