Budidaya Buah Naga di Banda Aceh

Rawohnanggroe | Masih tak kenal dengan buah naga? Buah berwarna mencolok ini makin banyak dijumpai dan dijual di mall, pasar dan kios-kios buah di pinggir jalan. Tak salah, karena buah satu ini makin digemari oleh masyarakat Indonesia, khususnya warga Kota Banda Aceh.
Kaktus penghasil buah naga | Foto: Khairil

Menurut sejarahnya, tanaman jenis ini pertama sekali dibawa ke Asia Tenggara pada tahun 1870 oleh seorang Perancis dari Guyana ke Vietnam. Awalnya hanya sebagai tanaman hias. Orang Vietnam dan Cina mengganggap buah ini dapat membawa berkah sehingga selalu diletakkan di atas meja altar di antara dua patung naga berwarna hijau.

Dari kebiasaan inilah kalangan penduduk Vietnam menyebutnya dengan nama thang loy (buah naga). Istilah thang loy kemudian diterjemahkan di Eropa dan negara lain yang berbahasa Inggris sebagai dragon fruit (buah naga). Jenis tanaman padang pasir ini mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 80-an. Di Aceh sendiri mulai dibudidayakan pertama sekali yaitu di Kabupaten Aceh Timur pada tahun 2005. Bibitnya didatangkan langsung dari negeri jiran, Malaysia.

Buah naga berbentuk bulat dengan kulit seperti bersisik dan memilki warna yang menggairahkan, begitu juga rasanya. Daging buahnya tebal dan mengandung banyak air dengan biji-biki kecil berwarna hitam. Rasanya manis dan memiliki aroma yang khas. Studi menyebutkan bahwa mengonsumsi rutin buah naga bisa membuat seseorang merasakan manfaat yang banyak bagi kesehatan, seperti jantung, kolestrol, kangker dan masih banyak lagi.

Buah naga berasal dari tumbuhan sejenis kaktus dari marga Hylocereus dan Selenicereus. Asalnya dipercaya dari Meksiko, Amerika Tengah dan Selatan, namun sekarang banyak dibudidayakan diberbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Makin tingginya permintaan buah naga di pasaran membuat banyak petani kini mulai melirik untuk mulai membudidayakan tanaman jenis ini. Tumbuhan ini cocok ditanam di manapun dan untuk merawatnya tidak begitu sulit.

Adi (32) misalnya, seorang petani buah naga di Banda Aceh sudah memulainya sejak tahun 2009 silam. Dengan memanfaatkan bantaran Krueng Lamnyong sebagai tempat pembudidayaan tanaman ini, kini tiap tahun sudah ada hasil yang didapakan.

Di tempatnya yang berlokasi tak jauh dari makam pahlawan nasional, Teuku Nyak Arief di Gampong Lamreung, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar terdapat banyak pohon yang telah membuahkan hasil sejak lima tahun lalu. Di lahan hak pakai seluas 25x100 mater yang dikelolanya, terpancang banyak tiang yang terbuat dari semen untuk menopang batang-batang tumbuhan satu famili dengan kaktus ini. Satu tiang biasanya dapat menopang empat pohon.

Jenis tumbuhan yang ditanamnya adalah hylocereus polyrhizus dengan ciri kulit berwarna merah muda dan daging merah. Diluar Aceh masih banyak jenis lain yang telah dibudidayakan seperti hylocereus undatus (berkulit merah, daging buah putih) Selenicereus megalanthus (kulit kuning, daging putih) dan hylocereus costaricensis (warna buah yang sangat merah).

Saat masa panen hasil yang didapatkan bisa mencapai 200 kilogram. Biasanya akan ia jual ke kios-kios di seputaran Banda Aceh. Namun, tak jarang ada juga masyarakat yang mendatangi kebun miliknya untuk membeli langsung. Buah yang dihasilkan dari kebunnya diakui belum mampu memenuhi permintaan konsumen.

“Minimal butuh lahan satu hektar untuk untuk bisa memenuhi permitaan masyarakat,” tuturnya.

Dia mengakui dalam merawat tumbuhan yang membutuhkan sinar matahari cukup tidak begitu sulit. Hanya perlu ketekunan dan kondisi tanah yang cocok. Makanya ia memilih lahan di sekitaran Krueng Lamnyong, karena selain ketersedian air, juga tanah yang berpasir. Kondisi ini dianggap cocok untuk pembudidayaan buah naga. Meski begitu tanah disekitaran Lamnyong ungkapnya memiliki kadar unsur hara tanah yang minin.

Mensiasatinya, lulusan sarjana Pertanian Unsyiah angkatan 2003 ini menambahnya dengan pupuk kandang yang sesuai dan dikombinasi dengan tanah gunung. Tujuannya agar saat musim kemarau tumbuhan buah naga tidak kekurangan air dan unsur hara cukup. Kemudian ia juga melapisi tanah dengan medium plastik, bertujuan agar air tetap terkurung dan tidak menguap.

Adi menjelaskan di kebun miliknya mempekerjakan dua orang untuk selalu stand by. Ia memiliki beberapa kebun yang terpisah. Katanya awalnya bibit pertama didatangkan langsung dari Medan dengan harga Rp. 20.000 per stek. Untuk saat ini Ia telah bisa melakukan pembibitan sendiri bahkan sudah banyak dijual kepada orang yang berminat membudidayakan tumbuhan buah naga.

Masa panen tumbuhan family kaktus dari berbunga sampai masa panen dalam waktu 45 hari. Biasanya musim penghujan merupakan masa panen buah naga. Pembeli datang dari berbagai daerah di Aceh. Diakuinya pada saat masa panen stok buah yang dihasilkan bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan warga Banda Aceh, apalagi seperti sekarang yang masuk pada fase trek (tidak berbuah).

Luas lahan yang dikelolanya masih masih belum mampu memenuhi kebutuhan lokal apalagi untuk dikirimkan ke daerah luar. Sedikitnya butuh lahan satu hektar agar permintaan konsumen terpenuhi. Jika dibudidayakan secara maksimal buah naga naga bisa memiliki berat rata-rata ½ kilogram.

Masa panen yang lama membuat petani harus menunggu lebih sabar. Ini tidak menjadi masalah, melihat permintaan dan harga dipasaran yang menggiurkan patut dipertimbangkan kenapa Anda harus bertani buah naga ini. Tertarik?[]

Rawoh lain: Malam Pertama Takengon

Popular posts from this blog

Gunong Trans, Kehijauan Sejauh Mata Memandang

Terkenang Beutong Ateuh Banggalang

Keindahan Pantai Batee Puteh di Meukek

Di Aceh, Menikah dan Khitanan "Harus" Berinai