Kesegaran Pedalaman Gampong Pisang

Rawohnanggroe | Gerimis yang tadi turun sudah berhenti. Jalan menjadi sedikit basah tatkala matahari mulai condong ke arah barat. Sore ini, suasana puasa masih kentara terasa karena ramadhan baru saja menyapa. Rabu 2 Juli 2014, Bang Halimi Ibn Muhammad atau yang akrab ku panggil Bang Limi mengajakku jalan-jalan. Entah apa yang membuatnya begitu. Tak seperti biasanya, mengingat dia adalah seorang yang sibuk dengan bisnis yang sedang dijalankannya.
Menikmati pedalaman Kampung Pisang | Foto: Khairil

Kami mengendarai motor miliknya, menyusuri jalanan tak tahu arah yang pasti. Ia mengungkapkan bahwa ingin ke rumah kawannya di Panton Pawoh, sebuah Gampong yang berada dipinggiran Krueng Baru. Alasannya ke sini untuk menanyakan masalah laporan KPM (Kuliah Pengabdian Masyarakat) yang baru saja dijalaninya.

Sampai di Panton Pawoh, alamat yang dituju pun tak pasti. Kami berdua memutuskan untuk berkeliling. Kami sempat ke ujung Gampong dan ke bantaran Krueng Baru, hingga akhirnya kami bertemu dengan temannya saat perjalanan pulang dan diajaknya untuk ke rumah. Dalam perjalanan dari Panton Pawoh, kami sepakat untuk pergi ke Labuhan Haji. Merasa sudah terlalu sering ke sini, akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi Pucok Gampong Pisang.

Kawasan ini terletak di pedalaman hutan Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan.  Mencapai lokasi, perjalanan yang kami tempuh berjarak sekitar tiga kilometer dari jalan nasional lintas Blangpidie – Tapaktuan. Sebenarnya tidak jauh, hanya saja kami terus menyusuri jalan dengan bebatuan kasar dan berharap di depan akan ada air terjun yang menyambut kami.

Perjalanan terus berlanjut, hutan nan rimbun selalu memayungi dengan pohon-pohon raksasa yang dipanjati oleh semak-semak liar. Sepanjang jalan yang terlewati, tidak henti ditemani gemuruh air dan nyanyian burung-burung hutan, hingga kami memutuskan berhenti.

Di jalan kami melihat banyak warga yang sibuk dengan aktifitasnya. Sebagai seorang traveler, kami pun menyapa dan mengobrol dengan mereka. Hal ini adalah sebuah cara untuk meminta izin dan memberi tahu keberadaan kami di sini. Setidaknya begitulah yang kami lakukan, walaupun hanya sempat mengobrol sesaat sebelum perjalanan pulang.

Kawasan hutan yang masuk ke dalam Kecamatan Labuhan Haji ini, bayak dijumpai “lampoh” atau kebun milik warga sekitar yang diusahakan dalam skala kecil. Ada bermacam tanaman yang di usahakan di sini, seperti pala, pisang, kemiri, juga sayuran, namun yang paling dominan adalah tumbuh-tumbuhan hutan tanpa pemilik.

Di Pucok Kampung Pisang, suguhan yang kami dapatkan sungguh menggoda. Mata seakan dirayu oleh lambaian pucuk-pucuk bambu, kemudian dingin menjilati kulit serta gemercik air berbisik di daun telinga. Hutan di daerah ini masih sangat lebat. Sejauh pandangan mata hanya hijau gunung dan biru langit yang terlihat.

Jalanan di sini memang mengikuti alur sungai yang ada. Jadi bisa dipastikan pengunjung dapat kapan saja singgah dan menikmati objek menarik berupa aliaran sungai. Tidak ada tempat khusus yang tersedia, artinya tidak ada tempat yang benar-benar dikelola. Pengunjung dapat mandi atau sekedar menikmati suguhan alam, dimana saja sesuka hati.

Aliran air pada celah batu yang alami membuat siapa saja tak tahan dengan segarnya. Apalagi jernihnya seperti kaca, ditambah letaknya yang di tengah hutan belantara tak terjamah. Pucok Kampung Pisang terbuka bagi siapa saja yang butuh refreshing dengan suguhan atraksi alam, berupa hutan dan kesegarannya.

Inilah yang membuat Bang Limi tak tahan, dan langsung menceburkan diri ke air. Aku disibukkan dengan mendokumentasikan area ini dengan menggunakan kamera handphone yang selalu ku bawa. Beberapa menit kemudian, aku pun merasakan kesegaran air di pedalaman hutan Labuhan Haji Ini.

Lama berendam, hingga tak sadar bahwa hari sudah benar-benar sore. Kami harus menyegerakan bermandi ria di sini, karena perjalanan pulang yang jauh menyusuri hutan dan harus berjalan lagi ke kabupaten seberang.

Langit saat kami mulai meninggalkan jengkal-jengkal tanah di sini dihiasi awan kelabu membumbung. Seketika saja hawa berubah menjadi jauh lebih sejuk. Dalam perjalanan pulang kami disambut hujan lebat membasahi seluruh segi alam sore itu.[]

Popular posts from this blog

Gunong Trans, Kehijauan Sejauh Mata Memandang

Keindahan Pantai Batee Puteh di Meukek

Di Aceh, Menikah dan Khitanan "Harus" Berinai

Sejarah Ringkas Kenegerian Manggeng