Ceuraceu Tangan-tangan, Keindahan Tak Tersentuh Abdya

Rawohnanggroe | Deru angin masih terlalu dingin pagi itu. Mengendarai motor dari Manggeng ke Tangan-tangan seperti memecah kabut yang mengandung titik-titik hujan. Jalanan sepi kususuri bersama Dany, seorang kawan yang sengaja kuajak untuk memanen pala milik kakak. Ia sudah kuberi tau sehari sebelumya.
Tim Eksplorasi Ceuraceu | Foto: TimRN

Pagi-pagi sekali kami telah bersiap untuk pergi. Sebelumnya, kami singgah dulu di rumah kakak di Gampong Gunong Cut, Tangan-tangan. Sambil menunggu suami kakak pulang dari tempat kerja, kami  mempersiapkan perlengkapan yang harus dibawa.

Memang tak ada bekal makanan yang dibawa saat itu, kecuali hanya baju, parang dan karung beras. Bukan karena apa, saat itu masih dalam suasana ramadhan dan kami berdua sedang menjalankan puasa. Namun suami kakak yang akrab ku panggil Bang Rasyib, tetap membawa bekal. Ini untuk jaga-jaga, mengingat perjalanan jauh ke dalam hutan yang akan kami tempuh nantinya.

Kami berangkat saat jam menunjukkan pukul 09.00 Wib. Perjalanan yang dapat dilalui dengan kendaraan bermotor sekitar tiga kilometer. Satu kilometer adalah jalan aspal, dan seterusnya merupakan jalan tanah. Lokasi kebun pala yang dituju berada sekitar lima kilometer dari Gunong Cut.

Setelah mengendarai motor sekitar 20 menit. Akhirnya jalan benar-benar buntu. Di sinilah kami memarkirkan kenderaan. Bukan kami saja yang pergi ke gunung hari itu, ternyata banyak masyarakat yang juga ke kebun pala, bisa dilihat dari banyaknya motor yang terparkir. Benar saja, tak jauh kami berjalan kami menemui belasan warga dan menyapa kami.

Rute selanjutnya kami lalui dengan menyeberangi alur sungai yang airnya sangat bening dan deras, hutan yang rimbun dan bukit-bukit terjal menghalang pandangan. Beberapa saat berjalan, telinga mulai dirayu oleh gemercik air. Gemuruh air membuat indera pendengaran kami terfokus pada hal itu. Sebuah pertanyaan kemudian mencuat di benakku. Apa sebenarnya yang ada di depan sana?

Kami terus berjalan. Suara gemuruh itu kian mendekat, hingga pada akhirnya kami berpapasan dengan sebuah air terjun yang tingginya sekitar sepuluh meter. Aku pribadi takjub melihatnya, karena kami tidak memikirkan akan bertemu dengan air terjun itu. Beruntung bisa mengabadikannya dengan menggunakan kamera handphone yang sengaja kami bawa.

Di air terjun pertama, banyak kayu-kayu tumbang dan berlumut. Ini merupakan jalur untuk menuju ke kebun pala yang masih jauh ke dalam belantara. Kami harus berhati-hati melewatinya, jika tidak bisa dipastikan batu siap menunggu di bawah.

Setelah beberapa lama menyusuri aliran sungai, kami kembali menemukan beberapa  air terjun lainnya. Sekali lagi, mata kami berdua terbelalak takjub melihat deretan air terjun yang terus menyambut langkah melewati bukit demi bukit. Sebelumnya kami tidak tahu bahwa di sini ada banyak air terjun yang menawan. Barulah setelah Bang Rasyib bercerita panjang lebar kepada kami tentang hal itu. 

Ini adalah kali pertamanya aku dan Dany pergi ke kebun di belantara Tangan-Tangan. Penduduk sering menyebutnya dengan nama Ceuraceu. Air terjun di sini masuk ke dalam kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser. Mencapainya, jarak yang harus ditempuh kira-kira lima km dari Jalan Nasional Lintas Blangpidie–Tapaktuan.

Saat memanjat dan mengupas buah pala, suara gemercik air terus saja menemani. Setelah hampir enam jam memanen buah pala, akhirnya kami siap dengan pekerjaan ini. 

Kebun pala milik kakak berada di sebuah bukit. Di bawahnya merupakan alur sungai yang kami lewati tadi. Karena lelah, kami bermaksud untuk menyegarkan badan di sungai. Di sini, aliran air yang mengalir dari celah batu juga tak kalah menarik hingga menambah gairah untuk sekedar mencelupkan kepala ke dalam kesegarannya.
Video lengkap Ceuraceu | Sumber: Youtube

Rasa was-was jelas kami rasakan. Ini karena sebagian hutan di sekitarnya masih sangat lebat. Hewan liar juga masih banyak berkeliaran, yang kapan saja bisa berhadapan dengan kami.

Beberapa saat kemudian, bang Rasyib juga telah tuntas dengan pekerjaannya. Kami pun beristirahat sejenak di jambo di tengah kebun, sambil ngobrol tentang panen pala dan siapa saja pemilik pemilik kebun yang ada di kawasan Ceuraceu.

Saat perjalan pulang, Bang Rasyib menunjukkan sebuah air terjun dengan tinggi sekitar 15 meter. Saat datang, kami tidak melihatnya. Ini karena posisinya yang sedikit tersembunyi. Katanya inilah air terjun yang paling tinggi di Ceuraceu. Sayang, kami hanya dapat menikmatinya dari atas. Meski begitu, kami bersyukur bisa mengunjungi air terjun tak terjamah di pedalaman Aceh Barat Daya ini.

Matahari mulai remang menguning di Barat saat kami pulang. Dia menyapa lewat celah bukit dan cabang pohon. Putaran roda motor terus melaju meninggalkan air terjun Ceuraceu Tangan-tangan. Ia akan terus menawarkan keindahan alami yang tak banyak orang mengetahui pesonanya.[]

Rawoh ke sini: Wisata di Manggeng

Popular posts from this blog

Sejarah Ringkas Kenegerian Manggeng

Lupek, Kuliner Rakyat Jelata

Terkenang Beutong Ateuh Banggalang

Lokasi Menarik di Manggeng Raya