Madat Manggeng, Sisa Masa Kesultanan Aceh

Rawohnanggroe | Hembusan angin lautan membelai helai-helai daun. Suasana hening mengisi seluruh tanah yang bersejarah ini. Di antara rawa dan tambak inilah diperkirakan pusat pemerintahan Kenegerian Manggeng yang pertama.
Sisa bangunan Madat Manggeng | Foto: TimRN

Muhammad Ghauts Saiful 'Alam Syah seorang kartograf (pembuat peta) Kesultanan Aceh, menyebut pusat kenegerian itu dengan nama بندر مانكين (Bandar Mankin/Manggeng). Beliau adalah utusan penting Sri Paduka Sultan Ibrahim Manshur Syah pada abad ke-13 Hijriah/19 Masehi untuk memetakan bandar-bandar (kota-kota pelabuhan) di seluruh Aceh, bahkan Asia Tenggara/Kepulauan India (Jaza'ir Al-Hind).

Perjalanan beliau berhasil dengan dibuatnya sebuah peta yang kemudian dibawa bersamaan dengan surat penegasan hubungan diplomatik antara Aceh Darussalam dan Turki. Surat itu dibawa oleh Sidi Muhammad yang ditujukan langsung kepada Sultan Abdul Majid di Istanbul. Bandar-bandar yang dicantumkan Muhammad Ghauts dapat diidentifikasi hingga kini.

Begitu pun John Anderson dalam karyanya "Acheen" yang diterbitkan di London pada 1840, Ia menyebutkan banyak bandar yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh. Meskipun sebagian bandar belum dapat ditelusuri, namun Manghin salah satu tempat yang disebutkan bisa dengan mudah diidentifikasi sebagai Manggeng.

Berdasarkan dokumen tersebut, diketahui bahwa Manggeng dan bandar lain di seluruh Aceh telah berumur sekurangnya 200 tahun dan bahkan lebih lampau dari itu. Bandar-bandar yang disebutkan dalam peta dan catatan tersebut dipastikan adalah pelabuhan dagang pemasok komoditas unggulan Kesultanan Aceh pada masa lalu. Di tempat itu pula bermulanya pemukiman-pemukiman muslim pertama.

Dari hasil kajian beberapa organisasi yang tergabung dalam Forum Kota Pusaka Aceh berdasarkan catatan Tomé Pires, Muhammad Ghauts, John Anderson dan lainnya, ada 47 kota pusaka Aceh yang sebagian masih eksis hingga hari ini, dan salah satunya adalah Bandar Manggeng. Diperkirakan bandar-bandar dagang Aceh mulai bermunculan sejak abad ke-13 hingga 19 Masehi. Daftar lengkapnya klik disini!

Berangkat dari hal itu, #TimRN akhirnya menelusuri jejak keberadaan Bandar Manggeng. Setelah sekian lama tertunda, akhirnya tim berhasil menemukan keberadaan salah satu bangunan bersejarah peninggalan masa Kesultanan Aceh yang masih tersisa. Masyarakat sekitar sering menyebutnya dengan Madat Manggeng.

Bangunannya hanya berbentuk gundukan tanah dan sama sekali tak megah, tapi sejarah yang panjang telah dilaluinya. Sisa-sisa Madat dengan tinggi hampir tiga meter itu terlihat tak terurus, namun sudah bertahan hingga ratusan tahun lamanya. 

Sampai saat ini tidak ada data pasti kapan bangunan ini didirikan. Jelasnya, Madat adalah saksi bisu masa-masa Kenegerian Manggeng masih berdiri dalam wilayah kedaulatan Kesultanan Aceh Darussalam.

Saat menuju lokasi, tim beberapa kali harus "lop-lop pageu" (keluar-masuk pagar) untuk sampai ke Madat. Di atas bangunan tanah itu sekarang hanya ditumbuhi semak belukar. Beberapa tahun yang lalu, sudah banyak ditemukan benda-benda bersejarah seperti meriam, koin dan barang pecah belah. Di sekitar sisa bangunan Madat juga banyak terdapat sebaran makam yang telah lama tak terurus lagi.
Misi eksplorasi Madat Manggeng | Sumber: Youtube

Madat Manggeng dulunya berfungsi sebagai tempat pemantauan kapal. Sering kali di atasnya diletakkan beberapa meriam untuk keamanan apabila ada perompak dan penjajah yang ingin menyerang wilayah kedaulatan Kesultanan Aceh Darussalam.

Madat adalah saksi keberadaan Bandar Manggeng seperti yang disebutkan dalam berbagai catatan sejarah. Hingga saat ini pemerintah tidak pernah memperhatikan situs warisan endatu moyang terdahulu itu, bahkan sekedar jalan untuk akses ke sana pun tidak ada. 

Sungguh sangat disayangkan jika kita hanya terdiam dan membiarkannya terpendam, sampai akhirnya hilang.[]

Source: 

Comments

Popular posts from this blog

Terkenang Beutong Ateuh Banggalang

Gunong Trans, Kehijauan Sejauh Mata Memandang

Mengintip Tiga Pantai Bakongan Timur

Keindahan Pantai Batee Puteh di Meukek